Resensi Novel Then & Now Karya Arleen A
Oktober 09, 2017
Judul : Then & Now
Penulis : Arleen A
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Editor : Dini Novitasari
Desain Sampul : Martin Dima
Diterbitkan Pertama kali oleh PT. Gramedia Pustaka Utama
anggota IKAPI, Jakarta, 2017.
ISBN : 978-602-03-5128-5
Tebal : 344 hlm ; 20 cm
Rate : 4 dari 5 Bintang
Sinopsis
Ruita
Gadis dari suku telinga pendek.
Ia tidak menykai suku telinga panjang, apalagi kalau harus bekerja pada mereka.
Tapi lalu ia melihat mata itu, mata seorang lelaki suku telinga panjang yang
sorotnya seolah dapat melihat kedala hati Ruita. :
Atamu
Ia tidak pernah menyangka akan
jatuh hati pada gadis dari suku lain yang lebih rendah derajatnya. Tapi, apalah
arti kekuatan lelaki berusia enam belas musim panas bila dihadapkan pada takdir
yang lama tertulis sebelum dunia diciptakan.
Rosetta
Ia punya segalanya, termasuk
kekasih yang sempurna. Tapi ketika dilamar, ia menolak tanpa tahu alasannya. Ia
hanya tahu hatinya menantikan orang lain, seseorang yang baru dikenalnya.
Andrew
Ia hanya punya enam bulan untuk
mencari calon istri, tapi ia tidak tahu dari mana harus memulai sampai ia
melihat seorang gadis berambut merah. Dan begitu saja, ia tahu ia akan
melakukan apapun untuk mendapatkan gadis itu.
Ulasan :
Then and Now adalah sebuah buku
yang memiliki dua bagian cerita yang berbeda, Then adalah cerita yang terjadi
dimasa lampau. Menceritakan tentang gadis bernama Ruita yang di pertemukan
dengan seorang pria dari suku telinga panjang ; Suku Eepe. Namun banyak
rintangan dan halangan dalam hubungan mereka karena perbedaan derajat tersebut.
Sedangkan Now, adalah kisah, yang terjadi di masa sekarang atau masa
depan, menceritakan seorang gadis bernama Rosetta yang juga dipertemukan dengan
seorang pria bernama Andrew, mereka saling jatuh cinta pada tatapan pertama.
Mereka seakan merasakan bahwa memang sudah seharusnya mereka saling bertemu
saat itu. Seakan waktu berabad-abad silam tidak pernah menenggelamkan cinta
membara diantara mereka berdua.
Sebenarnya, premis yang dibuat
oleh penulis bukan premis yang jarang di temui, namun dengan cara penulis
bercerita buku ini terlihat berbeda dan spesial.
Puitis dan mendayu-dayu, membuat saya sebagai pembaca sangat menikmati cerita
di dalam buku ini.
Konflik yang disajikan mampu
membuat pembaca merasakan kesamaan secara emosional dengan para tokoh dan
penyelesaian yang sangat memuaskan membuat saya langsung jatuh cinta dengan
buku ini.
Latar yang terdapat di dalam
cerita adalah Rana Pui, yang
didasarkan pada Easter Island ( Rapa Nui ) yang digunakan untuk latar
Then, yang mungkin kebenaran adanya pulau tersebut dan cerita dari suku Momoki
dan Eepe yang melegenda. Sedangkan Then terletak di Kota San Francisco. Walaupun, lattar tidak begitu di tonjolkan dalam
cerita, namun aku masih bisa membayangkan suasana Rana Pui dan juga San Fransisco.
Penulis mampu membawa saya masuk
kedalam cerita, seakan sayalah di tokoh itu, sayalah yang disakiti dan
ditinggalkan, sayalah yang hancur. Emosinya dapat, saya berhasil dibuat
menangis, dibuat tersenyum sendiri, hingga dibuat dag dig dug karena takut akan terjadi hal buruk esok hari.
Jalan cerita yang mungkin mundur
maju , karena sebenarnya dua cerita dalam buku ini saling bersinggungan, seakan
si tokoh berrenkarnasi dan mencoba kembali mencari cinta sejatinya.
Memiliki beberapa POV untuk
beberapa tokoh utama dan tokoh pembantu, dan sebenarnya hal tersebut membuat
saya kurang nyaman, karena POV untuk tokoh pembantu tidak menunjukan dan tidak
memengaruhi jalan cerita. Saran saya, mungkin agar POV yang digunakan memang
untuk tokoh-tokoh penting atau yang berpengaruh dalam cerita.
Then & Now adalah buku
pertama yang aku baca karya penulis Arleen dari 12 karya beliau. Wah, kemana
saja ya, saya selama ini? Arleen ini selain menulis cerita romance juga menulis buku-buku anak. Hebat.
Secara keseluruhan, saya sangat
menyukai cerita dari buku ini. Sukses terus untuk Arleen dan semoga bisa
kembali menikmati karyanya yang lain.
*Intermezo*
Kutipan yang sangat saya sukai
dari buku ini :
- · Aku tidak ingi melihat mata itu lagi. Mata itu. Aku tidak tahu harus bilang apa tentang sepasang mata yang hanya kulihat selama satu detak jantung itu. Jika melihat wajah si pemilik mata itu pun aku belum tentu akan mengenalinya. Tapi, aku masih dapat merasakan cara mata itu memandangku. Mata itu seolah tahu. Mata itu seolah bisa melihat caraku memandang dunia. Mata itu seolah dari masa depanku. Tidak pernah kulihat seblumnya tapi pada saat yang sama, bukan sepasang mata yang asing. Aneh memang, tapi itulah yang kurasakan saat mata itu memandangku.
- · Dan rasa itu datang. Rasa nyaman yang hanya akan datang setelah kau melakukan suatu hal berulang kali sampai menjadi bagian dari dirimu; rasa nyaman yag juga ada karena kau tahu kau akan terus melakukan hal ini di masa depanmu.
- · Karena untuk apa aku bangun? Hanya untuk menanti malam tiba supaya aku bisa pergi ke pantai ini lagi dan bertemu dengannya bukan? Tapi, ia bahkan tidak datang. Dan megapa aku masih juga terus melaukan hal itu hanya karena didasari harapan hari ini akan berbeda dari kemarin? Bahwa hari ini dia akan datang?
- · Aku tau ini salah. Tapi, entah kenapa tidak terasa salah. Dan aku tidak akan bisa hidup tanpa ada harapan untuk bertemu dengannya lagi.
- · Bukankah ia yang telah menggambari pundakku dengan gambar burung kecil itu? Tapi, walaupun dapat memiliki tubuhku, ia tidak dapat memiliki hatiku. Aku bukan tidak mencoba. Aku mencoba memberikan hatiku padanya. Tapi, aku tidak mampu seolah hatiku sudah tidak disana lagi.
- · Apakah mungkin kita begitu menginginkan seseorang sebelum kita tahu banyak tentang orang itu? Apakah mungkin kita memutuskan untuk menghabiskan seluruh sisa hidup kita dengan seseorang bagitu saja tanpa dapat menyebutkan satupun alasannya seolah memang seperti itu dari sananya?
- · Bagaimana cara melanjutkan hidup dengan pengetahuan bahwa kemungkinan besar aku tidak akan pernah melihatnya lagi.
- · Apakah mataku sedang menggodaku? Apakah jika kau begitu menginginkan seseorang lalu dirimu akan berhalusinasi walaupun kau tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan? Atau apakah jiwamu terasa begitu kering, sekering padang pasir, lalu akan tercipta fatamorgana dihadapanmu?
0 komentar